rangkuman tugas ibd



Persepsi/pandangan yang menggambarkan bahwa sebenarnya para audience itu secara umum adalah pasif dan mudah tertipu direfleksikan oleh analisis media dalam periode modernisasi, khususnya pada ‘efek’ dari model atas riset audience yang diadakan. Terkadang model ini juga sering dianggap sebagai model jarum suntik. Model ini mempunyai pendekatan bahwa audience lebih cenderung untuk pasrah dan secara konstan menerima dirinya untuk ‘disuntik’ oleh pesan yang disampaikan media, seperti halnya salah satu bentuk dari jenis obat-obatan narkotika. Riset pendengar inilah yang dibawa/diusung oleh The Frankkfurt School sebagai sebuah bagian yang dengan jelas mempengaruhi tradisi, dimana isu ini seakan mengesahkan pandangan pesismis yang mengklaim akan adanya indoktrinasi oleh media. Dalam kaitannya dengan analisa textual (dianggap sebagai pandangan pesimis) The Frankfurt School mempersuasikan hal yang serupa, dengan mengkritik cara media memecah belah ideology dominan dari the bourgeoisie tersebut. Beberapa tokoh mereka a.l: Adorno(1941-1994) yang bekerja pada dunia music popular, Lowenthal (1961) mempelajari pada literature popular dan majalah, Lalu Hertogs (1941) yang mempelajari opera sabun di radio, kesemuanya menyatakan hal yang serupa akan adanya standardisasi tentang kultur media massa dan media itu sendiri.

Walaupun adanya pandangan pesimis dari The Frankfurt School yang diarahkan ke media, masih ada hal dari media yang masih bisa dipuji untuk setidaknya mempelajari bentuk dari modernisasi media ini secara serius dan layak untuk dijadikan sebagai studi akademik. Pryek ini lalu diteruskan dan dikembangkan oleh pergerakan struktural yang dimana terus meningkat popular di sepanjang tahun 1950an sampai 1960an. Sebagian tumbuh dari dari keyakinan akan kekuatan ilmu pengetahuan dan pandangan rasionalis, kamu structural berpendapat bahwa manusia itu terbentuk dari struktur sosi-psikologis dan linguistik dimana mereka memiliki control yang sedikit akan itu. Kepercayaan pada pandangan rasional juga menunjukkan suatu metode bagaimana menyingkap struktur ini dengan menggunakan metode quasi-scientific investigasi. Suatu istilah yang dinamakan Semiotics memainkan peran sentral di dalam usaha ini, dan diaplikasikan untuk segala macam perilaku dalam kultur-textual mulai dari bioskop hingga bidang periklanan, mulai dari hal fotografi, hingga komik. Berdasarkan pada penelitian Ferdinand de Saussure dan Charles Sanders Peirce dalam bidang linguis, semiotics mengedepankan metode yang jelas dan padu, dimana segala macam jenis text/tulisan bisa dibaca secara objektif sebagai sebuah system dari sekumpulan ‘tanda’. Dengan ‘memecahkan tanda’ dari sekumpulan ;tanda’ ini, para pakar semiotics bisa memanipulasi audience mereka secara berangsur-angsur. Sebagaimana yang dikatakan oleh Daniel Chandler, “dekonstruksi dan kontes akan kenyataan dari sekumpulan tanda dapat mengungkapkan kenyataan siapa yang lebih diistimewakan, dan siapa yang lebih ditindas. Beberapa studi menunjukkan konstrukso tanda tersebut, dan pemeliharan oleh beberapa kelompok social tertentu,’ (penekanan dari text asli, 2004a:15).

Roland Barthes’s([1957] 1973) dengan sangat luar biasa mempengaruhi lewat buku Mitologisnya dengan sangat baik, menggunakan kemampuan structural dan semiotics untuk menganalisa semua bentuk kebudayaan dalam pertandingan gulat, mobil citroen, wajah Greta Carbo, dan bubuk sabun. Selain itu, sebagai seorang Marxist, proses menyimpulkan kepribadian akan habit membaca text didapat dari kesukaan Barthes atas sedikit keraguan dari pandangan structural, ketika mempropgandakan ataupun mempersuasikan sebuah ideology dengan sangat luar biasa. Salah satu dari contoh karya Barthes yang terkenal adalah karyanya akan analisa sebuah foto yang menjadi sampul majalah Paris Match pada tahun 1955. Dimana dalam sampul majalah tersebut, ia menunjukkan seorang prajurit kulit hitam yang hormat pada bendera nasional Prancis. Barthes berpendapat bahwa ini adalah media yang memberikan gambaran positif akan kekaisaran Prancis dalam era krisis nasional. Jadi selama metode quasi scientific dalam pandangan struktural masih bisa membantu me-legistimasi kebudayaan masyarakat, dan media setalah era perang dunia, maka audience dalam pandangannya masih dianggap lemah untuk memberikan respons atas pesan yang tersembunyi dari sebuah media. (Lihat Barthes 1977).

Dengan cara ini, maka kita bisa memulai mengidentifikasikan beberapa komponen utama dari media dan audience yang telah menjadi bahan penelitian sepanjang pertengahan awal abad ke dua puluh. Khususnya konteks dari modernisasi yang memberikan kita pemahaman teori yang mendalam cara sebuah media mengerti dan mendorong ideologinya dimana hal ini tidak bisa dilepaskan dari kritik akan teori ini. Jenis dari pendekatan akan teori ini adalah dengan tidak mempercayai media, dengan pendapat bahwa audience membutuhkan perlindungan dari standardisasi dan pengaruh dari media tersebut. Hal inilah yang membedakan gagasan teori baru yang mendefinisikan sebuah ‘Media Baru’ dan perannya di abad ke – 21.

[Read More...]


 

Categories

Recent Comments

Popular Posts

Return to top of page Copyright © 2010 | Platinum Theme Converted into Blogger Template by HackTutors